Perlukah Harga Rokok Naik?

Harga rokok yang murah dinilai jadi salah satu penyebab tingginya jumlah perokok di Indonesia. Harga rokok yang tidak sampai 20 ribu misalnya, membuat banyak sekali pelajar di bawah umur dan mereka yang perekonomiannya kurang sama sekali tidak susah untuk membeli rokok. Menurut data BPJS, sebagian besar pasien menggunakan klaim BPJS mereka untuk penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh rokok. Kasarnya, untuk penyakit yang dibuat sendiri. Atas dasar itu, Pemerintah mengeluarkan peraturan harga rokok sebesar 50 ribu rupiah.

Wacana kenaikan harga rokok ini bermula dari hasil studi yang dilakukan oleh Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Dari studi tersebut terlihat adanya keterkaitan antara harga rokok dan jumlah perokok. Lewat survey yang dilakukan kepada seribu orang perokok, 72 persen perokok mengatakan akan berhenti merokok jika harga rokok dinaikkan jadi 50 ribu rupiah.

Wacana kebijakan ini dinilai bagus dari sisi kesehatan dan pendidikan masyarakat, namun di sisi lain juga dinilai bisa mematikan industri. Ada kekhawatiran, jika harga rokok naik maka pendapatan petani tembakau dan buruh di pabrik rokok akan berkurang. Nah, pertanyaannya, sebegitu perlukah harga rokok dinaikkan? Menurut saya, tentu saja perlu. Banget malahan. Kenapa? Izinkan saya sampaikan alasannya dalam poin-poin berikut.

  1. Pendidikan dan kesehatan adalah kebutuhan yang sangat pokok. Harus diutamakan lebih dari kebutuhan apapun. Oleh sebab itu, sangat mengherankan memang jika masyarakat lebih utamakan rokok ketimbang pendidikan dan kesehatan pribadi dan keluarganya. Apalah artinya kenikmatan sesaat yang seharga tidak lebih dari 20 ribu rupiah yang harus dibayar dengan pengobatan di rumah sakit puluhan juta hingga milyaran rupiah, bukan hanya dia yang susah namun juga anak istrinya dan bahkan keluarga besarnya.
  2. Pemasukan dari rokok kepada Negara yang katanya besar itu, tidak sebanding dengan pengeluaran Negara untuk pengobatan mereka yang sakit akibat rokok.
  3. Kekhawatiran terhadap perekonomian petani dan buruh rokok sebetulnya terlalu berlebihan sebab banyak pabrik rokok sudah mulai berubah system produksi dari manual ke mesin. Jadi harga rokok naik atau tidak, cepat atau lembat, pasti akan ada PHK.

Naiknya harga rokok menjadi 50 ribu rupiah, tentu tidak akan serta merta buat mereka yang merokok jadi berhenti merokok. Namun setidaknya para pelajar dan masyarakat tidak mampu akan berpikir ulang jika ingin merokok, bahkan mereka yang sudah sangat kecanduan rokok pun saya yakin akan menghemat rokoknya.

Sebetulnya buat orang-orang yang bijaksana, merokok jelas tidak ada baiknya. Logika sederhananya, Al-Qur’an pernah sebutkan kalau khamr itu ada manfaatnya sebabnya wajar, karena khamr juga air yang pasti akan terserap ke dalam tubuh. Manusia sebagaimana dia diciptakan dari tanah dan air (mani), dia akan mengonsumsi apa yang dari tanah (tumbuhan) dan air. Namun manusia tidak diciptakan dari asap, lha ini malah ingin mengonsumsi asap? Jelas nggak ada titik temunya di logika yang sehat.

Kalau kamu masih merokok, coba hitung-hitung kembali semua pengeluaran yang diperlukan untuk merokok. Saya yakin kamu pasti akan terkejut bahwa dengan uang yang sekian itu, kamu sudah bisa menikah, berbisnis, atau yang paling sederhana namun besar pahalanya, berkurban saat idul adha. Sayang seribu sayang, uangnya malah jadi asap, hilang di udara atau ikut terhisap mereka yang tidak merokok.

Akhirnya, andai wacana kenaikan harga rokok ini betul-betul jadi kebijakan, sebetulnya ini adalah momen yang sangat tepat bagi para perokok untuk berusaha berhenti dari kebiasaan buruknya itu, bukan malah cari alasan pembenaran yang macam-macam. Padahal karena terlanjur doyan merokok saja.

24 Agustus 2016

Kesalahan Terbesar Sepanjang Sejarah

Seorang petani bernama George Harishon dari Afrika Selatan begitu lelah dengan ladang miliknya yang tidak subur. Berkali-kali dia coba menanam berbagai jenis tanaman,  tetapi selalu saja gagal. Akhirnya dia putuskan untuk menjual ladang miliknya itu kepada suatu perusahaan dengan harga yang sangat murah: 10 pound saja!

Tak disangka, ternyata perusahaan yang membeli ladang miliknya adalah sebuah perusahaan pertambangan. Yang mengejutkan adalah ketika perusahaan sudah mulai menambang, ditemukan ladang tambang emas terbesar dalam sejarah. Tambang itu telah memproduksi 70% total produksi emas dunia hingga saat ini.

Kisah nyata ini mengajarkan pada kita supaya tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, sabar, dan tidak pesimis. Lebih daripada itu, dari kisah ini kita belajar untuk selalu mampu all out dalam memanfaatkan semua potensi dan sumber daya yang dimiliki. Jangan sampai kita tergesa-gesa meraih keuntungan sesaat yang ternyata kerugian setelahnya jauh lebih besar.

Kalau kamu jadi si petani itu, kamu bakal ngapain? Na’udzubillah ya..